SPOILER WARNING!! Buat yang belum nonton The Village, bagusnya post gue yang ini dilewatin aja dulu. Soalnya spoiler pasti (though I will try to minimalize it). Kalo masih mo baca juga, resiko ga ditanggung penulis ya .... =p.
.....
ALERT! ALERT!
.....
.....
.....
.....
.....
ALERT!
.....
.....
.....
.....
.....
Pada dasarnya film-film M. Night Shyamalan selalu gue suka. Film-filmnya dia pasti punya kejutan yang bisa bikin penonton melongo or paling ga geleng-geleng kepala. Ga ketinggalan filmnya yang terakhir ini. Daya tarik utama film ini buat gue adalah Shyamalan .. dan Adrien Brody (oo, I bet you've already known that I would say this name out loud). Tapi biarpun ga ada Brody, gue bakalan merasa sayang kalo ngelewatin filmnya Shyamalan. Cause I love The Sixth Sense, Unbreakable (for the very least), and Signs.
The Village yang banyak disebut-sebut sebagai film horor (malah ada yang ngasih embel-embel kata "mengerikan") .. ternyata bukan murni horor .. tapi kok ya gue masih takut juga =D. Kalo mo dibilang, unsur-unsur horornya bukan berwujud penampakan yang sering seperti dalam The Sixth Sense. The Sixth Sense kan punya banyak adegan yang bisa bikin orang lompat dari tempat duduknya, sedangkan The Village cuma dikit tuh. Kalo gue perhatiin perkembangan keempat film horor Shyamalan .. unsur horor di film-filmnya makin halus, alias ga berlebihan tapi kerasa. Dan semakin lama, Shyamalan semakin stylish dalam mengarahkan filmnya.
Diliat dari suasana yang dibangun di desa terpencil tersebut. Agak-agak suram, walaupun penduduknya masih bisa mengadakan acara riang-gembira (ditambah sedikit humor). Ini semua gara-gara hutan yang sering dihiasi oleh lolongan mahluk yang mengerikan. Perjanjian antara penduduk dengan mahluk hutan itu juga ga dijelaskan brek-brek-brek, tapi dijelaskan secara perlahan (mungkin ini juga yang membuat posternya harus mempunyai tagline panjang lebar yang menjelaskan isi perjanjian tersebut). Adegan-adegannya berjalan agak lambat, tapi banyak yang dibuat secara terbuka dan mengikat. Coba, penasaran ga sih kenapa wanita-wanita itu mengubur bunga berwarna merah, kenapa banyak hewan dikuliti, kenapa harus pake cloak warna kuning, tahun berapa sebenarnya kehidupan saat itu, kenapa Lucius Hunt dilarang pergi ke kota dan melewati Covington Woods .. kenapa ada adegan pemakaman di awal cerita .. ada apa di dalam gudang yang nggak boleh dibuka .. dan masih banyak lagi. Buat penonton yang sabar dan nggak keburu ngantuk di awal-awal film, The Village menawarkan kejutan demi kejutan (walaupun nggak perlu pake acara melompat dari tempat duduk segala).
Yang heboh, ya waktu si penjaga hutan sampe kejeduk kepalanya. Damn James Newton Howard! Penonton di bioskop pun saking kagetnya, akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa kecut sambil menyumpah. Yang mengerikan, ya pengalaman Ivy Walker di dalam hutan. And when you think one horor is over, there comes another one, and another one. Sampe akhirnya muncul kenyataan yang paling menakutkan, alasan mengapa desa itu ada, dan dengan pengorbanan sebesar apa. It's really creepy.
Soal karakterisasi dalam The Village, ga ada yang benar-benar istimewa. Kayaknya Shyamalan menganggap rata semua pemainnya yang notabene aktor-aktris berkarakter kuat. William Hurt, Brendan Gleeson, Sigourney Weaver, Joaquin Phoenix, Adrien Brody dan Bryce Dallas Howard. Baru pada pertengahan film gue bisa melihat siapa sebenarnya pemegang porsi utama dalam film ini. Dan terus terang, agak-agak di luar dugaan, cause I never thought she would go alone. Nilai minus? Nggak juga. Karena gue malah menganggap aktor-aktris ini lebih utuh dan menyatu dalam filmnya itu sendiri. Bahkan Howard dengan aktingnya yang vulnerable bisa diangkat oleh Hurt, Phoenix dan Brody. Still, amongst all, Brody got the challenging part, and he tackled it very easily. He stood between the good and the bad, as mentioned in the film that the creatures spared him out of his innocence.
Baca kata "stylish" yang gue tulis di atas? Nah. Gue sendiri ga gitu yakin apa ketiga film sebelumnya juga punya style sekuat di film ini. Kayaknya sih baru mulai kerasa waktu Shyamalan menyutradarai Signs. Mungkin karena waktu nonton gue nggak setakut yang dulu-dulu .. gue bisa lebih asik menyimak gaya Shyamalan untuk The Village. Horor yang ditulis oleh Shyamalan dibangun secara pelan dan pasti oleh musik, warna dan sudut kamera. Kebayang nggak horornya Noah yang meletakkan beri merah ke tangan Ivy .. waktu sekelompok anak muda menantang sang mahluk di malam hari (this is how the story of Lucius Hunt been told) .. waktu Lucius membalikkan badan dan langsung berhadapan up close and personal dengan Noah .. atau sewaktu kamera menyorot Ivy yang dikelilingi oleh warna merah dari atas (oke, I love the colour, it's beautiful .. tapi di sini nih, warna itu keliatan begitu mengerikan karena penonton diajak mengerti artinya) .. hiyyyaaa .. jangan pula ditanya kengerian yang muncul dalam gerak lambat dan fokus sewaktu para penduduk berusaha menyembunyikan dirinya dari kejaran si mahluk. (Bisa ga diliat bagusnya kamera terfokus ke tangan Ivy yang terulur menanti, sedangkan di sampingnya ada sosok bayangan kabur yang semakin mendekat? *holding my breath*). It's not original, but it's damn good.
Dramanya juga digambarkan sama baiknya. Gue suka banget waktu Lucius berbicara dengan Ivy di teras rumah. You realize he whispered out all his words to her, you barely could hear him .. yet the feeling was so very strong. Antara Noah dengan Ivy juga begitu. Hampir-hampir mute di satu pihak, tapi ketulusannya itu kerasa. Makanya waktu Noah dengan bodohnya "ditipu" oleh perasaannya pada Ivy, ga ada rasa benci .. yang muncul malah rasa pahit dan iba. Raungannya di balik pintu, doh. Waktu Walker berhadapan dengan para tetua lainnya .. you see how the camera recorded every emotion of him talking about his daughter and the village, in an unusual angle but very effective in describing where he was standing at that moment.
Dan seperti biasa, apalah artinya film Shyamalan tanpa kemunculannya sebagai cameo .. hehe .. cuma kali ini gayanya lain daripada yang lain. And it's kinda amusing.
Gue suka sama The Village. Buat gue, film ini ada di bawah The Sixth Sense, dan di atas Signs. Juru kunci tetap Unbreakable .. but still all Shyamalan's horrors are impressive in their own ways.
.....
ALERT! ALERT!
.....
.....
.....
.....
.....
ALERT!
.....
.....
.....
.....
.....
Pada dasarnya film-film M. Night Shyamalan selalu gue suka. Film-filmnya dia pasti punya kejutan yang bisa bikin penonton melongo or paling ga geleng-geleng kepala. Ga ketinggalan filmnya yang terakhir ini. Daya tarik utama film ini buat gue adalah Shyamalan .. dan Adrien Brody (oo, I bet you've already known that I would say this name out loud). Tapi biarpun ga ada Brody, gue bakalan merasa sayang kalo ngelewatin filmnya Shyamalan. Cause I love The Sixth Sense, Unbreakable (for the very least), and Signs.
The Village yang banyak disebut-sebut sebagai film horor (malah ada yang ngasih embel-embel kata "mengerikan") .. ternyata bukan murni horor .. tapi kok ya gue masih takut juga =D. Kalo mo dibilang, unsur-unsur horornya bukan berwujud penampakan yang sering seperti dalam The Sixth Sense. The Sixth Sense kan punya banyak adegan yang bisa bikin orang lompat dari tempat duduknya, sedangkan The Village cuma dikit tuh. Kalo gue perhatiin perkembangan keempat film horor Shyamalan .. unsur horor di film-filmnya makin halus, alias ga berlebihan tapi kerasa. Dan semakin lama, Shyamalan semakin stylish dalam mengarahkan filmnya.
Diliat dari suasana yang dibangun di desa terpencil tersebut. Agak-agak suram, walaupun penduduknya masih bisa mengadakan acara riang-gembira (ditambah sedikit humor). Ini semua gara-gara hutan yang sering dihiasi oleh lolongan mahluk yang mengerikan. Perjanjian antara penduduk dengan mahluk hutan itu juga ga dijelaskan brek-brek-brek, tapi dijelaskan secara perlahan (mungkin ini juga yang membuat posternya harus mempunyai tagline panjang lebar yang menjelaskan isi perjanjian tersebut). Adegan-adegannya berjalan agak lambat, tapi banyak yang dibuat secara terbuka dan mengikat. Coba, penasaran ga sih kenapa wanita-wanita itu mengubur bunga berwarna merah, kenapa banyak hewan dikuliti, kenapa harus pake cloak warna kuning, tahun berapa sebenarnya kehidupan saat itu, kenapa Lucius Hunt dilarang pergi ke kota dan melewati Covington Woods .. kenapa ada adegan pemakaman di awal cerita .. ada apa di dalam gudang yang nggak boleh dibuka .. dan masih banyak lagi. Buat penonton yang sabar dan nggak keburu ngantuk di awal-awal film, The Village menawarkan kejutan demi kejutan (walaupun nggak perlu pake acara melompat dari tempat duduk segala).
Yang heboh, ya waktu si penjaga hutan sampe kejeduk kepalanya. Damn James Newton Howard! Penonton di bioskop pun saking kagetnya, akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa kecut sambil menyumpah. Yang mengerikan, ya pengalaman Ivy Walker di dalam hutan. And when you think one horor is over, there comes another one, and another one. Sampe akhirnya muncul kenyataan yang paling menakutkan, alasan mengapa desa itu ada, dan dengan pengorbanan sebesar apa. It's really creepy.
Soal karakterisasi dalam The Village, ga ada yang benar-benar istimewa. Kayaknya Shyamalan menganggap rata semua pemainnya yang notabene aktor-aktris berkarakter kuat. William Hurt, Brendan Gleeson, Sigourney Weaver, Joaquin Phoenix, Adrien Brody dan Bryce Dallas Howard. Baru pada pertengahan film gue bisa melihat siapa sebenarnya pemegang porsi utama dalam film ini. Dan terus terang, agak-agak di luar dugaan, cause I never thought she would go alone. Nilai minus? Nggak juga. Karena gue malah menganggap aktor-aktris ini lebih utuh dan menyatu dalam filmnya itu sendiri. Bahkan Howard dengan aktingnya yang vulnerable bisa diangkat oleh Hurt, Phoenix dan Brody. Still, amongst all, Brody got the challenging part, and he tackled it very easily. He stood between the good and the bad, as mentioned in the film that the creatures spared him out of his innocence.
Baca kata "stylish" yang gue tulis di atas? Nah. Gue sendiri ga gitu yakin apa ketiga film sebelumnya juga punya style sekuat di film ini. Kayaknya sih baru mulai kerasa waktu Shyamalan menyutradarai Signs. Mungkin karena waktu nonton gue nggak setakut yang dulu-dulu .. gue bisa lebih asik menyimak gaya Shyamalan untuk The Village. Horor yang ditulis oleh Shyamalan dibangun secara pelan dan pasti oleh musik, warna dan sudut kamera. Kebayang nggak horornya Noah yang meletakkan beri merah ke tangan Ivy .. waktu sekelompok anak muda menantang sang mahluk di malam hari (this is how the story of Lucius Hunt been told) .. waktu Lucius membalikkan badan dan langsung berhadapan up close and personal dengan Noah .. atau sewaktu kamera menyorot Ivy yang dikelilingi oleh warna merah dari atas (oke, I love the colour, it's beautiful .. tapi di sini nih, warna itu keliatan begitu mengerikan karena penonton diajak mengerti artinya) .. hiyyyaaa .. jangan pula ditanya kengerian yang muncul dalam gerak lambat dan fokus sewaktu para penduduk berusaha menyembunyikan dirinya dari kejaran si mahluk. (Bisa ga diliat bagusnya kamera terfokus ke tangan Ivy yang terulur menanti, sedangkan di sampingnya ada sosok bayangan kabur yang semakin mendekat? *holding my breath*). It's not original, but it's damn good.
Dramanya juga digambarkan sama baiknya. Gue suka banget waktu Lucius berbicara dengan Ivy di teras rumah. You realize he whispered out all his words to her, you barely could hear him .. yet the feeling was so very strong. Antara Noah dengan Ivy juga begitu. Hampir-hampir mute di satu pihak, tapi ketulusannya itu kerasa. Makanya waktu Noah dengan bodohnya "ditipu" oleh perasaannya pada Ivy, ga ada rasa benci .. yang muncul malah rasa pahit dan iba. Raungannya di balik pintu, doh. Waktu Walker berhadapan dengan para tetua lainnya .. you see how the camera recorded every emotion of him talking about his daughter and the village, in an unusual angle but very effective in describing where he was standing at that moment.
Dan seperti biasa, apalah artinya film Shyamalan tanpa kemunculannya sebagai cameo .. hehe .. cuma kali ini gayanya lain daripada yang lain. And it's kinda amusing.
Gue suka sama The Village. Buat gue, film ini ada di bawah The Sixth Sense, dan di atas Signs. Juru kunci tetap Unbreakable .. but still all Shyamalan's horrors are impressive in their own ways.
0 comments:
Post a Comment