Around the World in 80 Days

August 30, 2004 0 comments
Pengalaman gue nonton Around the World in 80 Days di bioskop ..

.. a fun thing to do?

Well. Pertamanya sih ga gitu fun juga. Soalnya begitu pintu studio dibuka, tepat di depan gue terhampar (ceile, bahasanya) tiga cowok kecil-kecil berumur sekitar .. er .. ga tau deh umurnya berapa, yang pasti mereka sempat membuat gue melongo karena bisa masuk ke dalam bioskop tanpa pengawalan orang tua (gue rasa abis dibeliin tiket, mereka ditinggal belanja kali sama orang tuanya). Mereka masuk ke dalam studio dengan heboh. I just prayed they would sit far away from me. Which my prayer failed, as they ended up sitting right behind me. Good lord!

See, I got a perfect aisle seat with no one beside me .. in a perfect "D" row .. with a delicious choco oreo drink in my hand .. and there, ada tiga cucakrawa di belakang gue yang ga bisa berenti berkicau. Baik waktu lampu studio dimatikan .. waktu trailer diputar (mereka ribut-ribut karena takut salah masuk studio. Duh, itu trailers, nak .. bukan film utama). Gue sempet ngasih gesture "shh" ke arah mereka, and yeah, they turned down their volume alright. But .. the worst was just about to come up .. belakang kursi gue mulai ketendang-tendang (alias ditendang-tendang). Of course, what could you expect from some active boys sitting down by themselves? Akhirnya menit-menit pertama film dimulai, gue mulai ngincer lokasi tempat duduk lain yang lebih aman. One more kick at the back, I'd move.

Then, as predicted .. I got one more kick, two more kicks .. some more kicks .. I gave 10 minutes tolerance to make sure that no more audience would come in to the studio, then I made my move. Fast and quiet, I grabbed my drink and ran to "E" row at the left side, and threw my butt on the aisle seat. Again, good row with no one beside me. Phew. Peace, finally.

So. The movie. Gue pernah nonton versi miniseri-nya yang diperankan oleh Pierce Brosnan, and I loved it back then. Udah agak-agak lupa sama detilnya, gue mengharapkan film yang satu ini bakalan mengingatkan gue kembali akan petualangan Phileas Fogg waktu keliling dunia tersebut. Ternyata yang gue dapet malah hiburan ala film-filmnya Jackie (or Jacky?) Chan. Dengan Chan sebagai stunt/fighting choreography dan juga berperan sebagai Passepartout (passport .. tout .. *lol*), Around the World in 80 Days bukan lagi menjadi sebuah film yang memiliki Phileas Fogg sebagai karakter utama, karena porsinya direbut dengan sukses oleh si pelayan. Esensi dari petualangan keliling dunia yang dijalani oleh Fogg juga jadi hanya sebagai tempelan aja. Apalagi karena sebagai besar cerita diambil oleh kasus pencurian patung Budha dari Bank of England. Sure it contains some adventures, dengan komedi di sana, aksi di sini .. dan ada beberapa adegan yang lumayan manis menyangkut masalah roman dan persahabatan. Tapi gue ngerasa banyak yang hilang dari kisah film tersebut. Perpindahan dari satu negara ke negara yang lain juga kayaknya kelewat cepet .. lepas dari tenggat waktu 80 hari yang ditentukan, gue sih pengennya ngeliat lebih banyak pengalaman mereka di masing-masing negara dengan budayanya, dan bukan ngeliat mereka main petak umpet saling memperagakan keahlian kungfu.

Steve Coogan sebagai Phileas Fogg, agak pin-pin-bo juga sih tampangnya (tapi dibandingin sama si pelayan yang kena krisis identitas, mana yang lebih pin-pin-bo? =p). Still, in one way or another, his British accent and manner reminded me of the charming Hugh Grant. Sedangkan Jackie Chan .. er .. gue ga tau lagi mesti bilang apa lagi. Haha .. his English is getting better, I noticed. Dan kungfunya masih asik aja diliat. Gue juga surpise ngeliat kemunculan para cameo (should I tell you about them one by one? I don't think so, right?). They had brought such a delight in the movie. Highlight gue ada di Lan Zhou. That Wong Fei Hung and the 10 Tigers .. huaa .. cool. (My apology for not mentioning Turkey, I think I'd better save it for myself to giggle on anytime I'd like to). Terus juga, gue suka banget sama animasi yang menggambarkan perjalanan Fogg dan Passepartout dari satu negara ke negara yang lain. Kesannya seperti ada di dunia dongeng begitu.

Anyhow, this movie was very entertaining. Dengan gue yang duduk sendirian, gue bisa hi-hi-hi-hi sampe ha-ha-ha-ha tanpa beban malu atau kuatir disambit penonton yang lain =D. Gue heran juga sama diri gue sendiri, masa gue ga bisa berenti ketawa dari awal sampe akhir film? Ada apaan sih di hari itu? Kadang waktu gue menganggap adegan atau dialog di depan gue itu lucu sekali (it was almost unbearable), gue geleng-geleng sambil megangin kepala gue .. takut meledak kebanyakan nyimpen tawa. Konyol banget sih .. muahahaha ..

Waktu filmnya abis dan credit diputar, gue sempet loh nungguin .. karena kan biasanya tipikal film Jackie Chan itu punya banyak outtakes ditempel di akhir film. Dan seperti biasa juga, si pemutar proyektor ga sabar untuk menghentikan pemutaran filmnya. Ada ga sih ya?

And back to those ruthless boys. Petugas bioskop udah buka pintu exit sebelah kanan. Mereka lari ke sebelah kiri, yang of course, ga punya jalan keluar. Banyak pula penonton yang ngikutin mereka. Hmm. Terus mereka ribut-ribut salah .. lari lagi ke sebelah kanan, mendahului gue sebagai orang pertama yang punya akal sehat ngikutin arah pintu yang terbuka. Abis keluar pintu exit, itu tiga liliput lari ke sebelah kiri lagi .. dimana jelas-jelas gang itu buntu kehalang tembok, karena exit (plus lampu petunjuknya yang terang-benderang) mengarah ke sebelah kanan. Lah, kok ya maunya lari ke kiri terus? Apa perlu di-spooring-balancing? Bodohnya lagi, sebagian penonton juga kembali mengikuti mereka. Duh. Dan gue akhirnya berhasil menjadi orang pertama yang keluar bioskop dengan menggunakan jalan yang benar. Dapet hadiah ga?

Now, that was a complete fun.

Gue berjalan keluar dengan langkah ringan, muka pegel dan mata lebih sipit karena kebanyakan ketawa. And you know what, tanpa berkaca pun gue merasa raut gue lebih berseri-seri dan lebih awet muda. Tertawa itu sehat, bukan begitu, teman?


0 comments:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Imitating the Critics | TNB