Ngeliat poster coming soon di lobby bioskop, gue tertarik karena acknowledgment festival-festival film yang tertera di atas poster. Padahal sih, I was like "Huh? Film apa nih?" at that time. Terus entah gue baca darimana, kalo film ini bercerita seputar jurnalistik, so I thought I would like to give it a shot. Ealah, ternyata kelewat sama gue waktu film ini beneran udah diputer di bioskop. Abis, kayaknya sebentar banget, terus langsung ilang aja gitu.
Pas gue nemu di rental minggu lalu, gue langsung grab aja dah. Gue tonton .. *sigh* .. ini film keren lhooooooo .. Gue kayak nemuin apa ya, kok bisa sih film begini ga kedengeran hebohnya (apa gue yang kuper? Heheheheh ..). Sepintas sih biasa-biasa aja. Kisahnya dibuat bersih dari adegan kekerasan .. jadi gue nontonnya juga nyantai banget .. juga style ini lebih sesuai, imo, dibanding film-film lain yang bisa sesukanya menjadikan tokohnya sebagai action-hero. Ini adalah true story tentang jurnalis termuda di The New Republic yang berhasil me-er-ehm .. argh, elo tonton sendiri aja kali ye =D =D =D.
Film ini mantep banget castingnya. Hayden Christensen yang terakhir kali gue tonton lepas dari karakter Jedi sesat di Life as a House, berperan meyakinkan sebagai sang jurnalis Stephen Glass yang keliatan vulnerable, entertaining, yet deceiving. Sampe gue ga tau apa gue mesti merasa kasihan, atau sebel sama dia. Bisa ya ada orang yang seperti dia .. melakukan segala cara buat mensahkan isi tulisannya.
Selain itu, gue ga pernah bisa melupakan tawa histerikal Hank Azaria waktu dia lolos dari injakan kadal raksasa dalam Godzilla. Terus gue juga inget suaranya yang kocak mengisi karakter si kelelawar albino Bartok dalam Anastasia. Tapi di sini sebagai former editor Michael Kelly (yang juga merupakan jurnalis pertama yang tewas dalam perang Irak tahun 2003) .. Azaria, what can I say .. he's different. Dia simpatik, sabar, kebapakan .. dia mencerminkan karakter Kelly yang disayang sama anak-anak buahnya.
Oh, I'm sure you know Steve Zahn. Gue tadinya ga yakin kalo Zahn itu tepat masuk dalam film ini. Zahn .. well, you know .. gue ga percaya dia bisa berperan sebagai jurnalis Adam Penenberg dengan segala keseriusan. Tadinya. But then, he's very believable. Nice move.
And I'm saving the best for Peter Sarsgaard. Bwaa .. he's coming out from nowhere (or at least this is his first feature I can pay my direct attention on him) .. then BAM! Kacau, dia cool banget aktingnya! Gue jatuh hati nih .. *gubrak*. Sebagai Chuck Lane, editor pengganti Kelly who had the obligation to do the right thing under pressure .. Saarsgard punya beberapa intense scenes, termasuk yang mengharuskan dia beradu kelicinan dengan Christensen. Gue suka banget. Asli.
Furthermore, film ini berhasil meminta waktu gue buat ngedengerin commentary-nya. Dari yang males denger begituan, I was tied to my seat, interested. Commentary-nya yang diisi oleh sutradara Billy Ray dan Charles Lane sendiri (did I tell you this was a true story? Yeah. The real Chuck Lane) menarik dengan comparison antara scene yang ada di film, dengan kejadian sebenarnya.
Thinking that this movie might worth your time checking it out.
Pas gue nemu di rental minggu lalu, gue langsung grab aja dah. Gue tonton .. *sigh* .. ini film keren lhooooooo .. Gue kayak nemuin apa ya, kok bisa sih film begini ga kedengeran hebohnya (apa gue yang kuper? Heheheheh ..). Sepintas sih biasa-biasa aja. Kisahnya dibuat bersih dari adegan kekerasan .. jadi gue nontonnya juga nyantai banget .. juga style ini lebih sesuai, imo, dibanding film-film lain yang bisa sesukanya menjadikan tokohnya sebagai action-hero. Ini adalah true story tentang jurnalis termuda di The New Republic yang berhasil me-er-ehm .. argh, elo tonton sendiri aja kali ye =D =D =D.
Film ini mantep banget castingnya. Hayden Christensen yang terakhir kali gue tonton lepas dari karakter Jedi sesat di Life as a House, berperan meyakinkan sebagai sang jurnalis Stephen Glass yang keliatan vulnerable, entertaining, yet deceiving. Sampe gue ga tau apa gue mesti merasa kasihan, atau sebel sama dia. Bisa ya ada orang yang seperti dia .. melakukan segala cara buat mensahkan isi tulisannya.
Selain itu, gue ga pernah bisa melupakan tawa histerikal Hank Azaria waktu dia lolos dari injakan kadal raksasa dalam Godzilla. Terus gue juga inget suaranya yang kocak mengisi karakter si kelelawar albino Bartok dalam Anastasia. Tapi di sini sebagai former editor Michael Kelly (yang juga merupakan jurnalis pertama yang tewas dalam perang Irak tahun 2003) .. Azaria, what can I say .. he's different. Dia simpatik, sabar, kebapakan .. dia mencerminkan karakter Kelly yang disayang sama anak-anak buahnya.
Oh, I'm sure you know Steve Zahn. Gue tadinya ga yakin kalo Zahn itu tepat masuk dalam film ini. Zahn .. well, you know .. gue ga percaya dia bisa berperan sebagai jurnalis Adam Penenberg dengan segala keseriusan. Tadinya. But then, he's very believable. Nice move.
And I'm saving the best for Peter Sarsgaard. Bwaa .. he's coming out from nowhere (or at least this is his first feature I can pay my direct attention on him) .. then BAM! Kacau, dia cool banget aktingnya! Gue jatuh hati nih .. *gubrak*. Sebagai Chuck Lane, editor pengganti Kelly who had the obligation to do the right thing under pressure .. Saarsgard punya beberapa intense scenes, termasuk yang mengharuskan dia beradu kelicinan dengan Christensen. Gue suka banget. Asli.
Furthermore, film ini berhasil meminta waktu gue buat ngedengerin commentary-nya. Dari yang males denger begituan, I was tied to my seat, interested. Commentary-nya yang diisi oleh sutradara Billy Ray dan Charles Lane sendiri (did I tell you this was a true story? Yeah. The real Chuck Lane) menarik dengan comparison antara scene yang ada di film, dengan kejadian sebenarnya.
Thinking that this movie might worth your time checking it out.
0 comments:
Post a Comment