Continued from Part 1 and Part II.
!! MAJOR SPOILER ALERT !!
Diproduksi tahun 1990, dan merupakan satu-satunya film dari The Godfather trilogi yang gue tonton di bioskop. Terus terang, gue sendiri nggak ngerti kenapa gue bisa tertarik nonton film ini. I think .. most probably because of Andy Garcia was involved, and because I was dragged by my ex-boyfriend who was a mafia buff =D. Kesan gue waktu nonton pertama kali sih biasa-biasa aja. Seperti kebanyakan film mafia lainnya yang gue tonton .. sekedar asal lewat, dan ingatan gue tentang film ini minim banget, paling tentang endingnya aja (yang emang sangat memorable).
Tapi pas gue nonton ulang, ternyata .. emang cuma endingnya aja yang masih nyantol dengan baik dan benar. Selain itu, nggak ada satupun adegan yang gue inget. Lha . terus waktu nonton dulu itu gue ngapain aja? Tidur?? *lol*. But slowly, it makes sense. Setelah selesai menonton ulang The Godfather: Part III ini, gue baru sadar kalo bagian terakhir dari trilogi ini lebih merupakan sebagai pelengkap. Gue aja sempet terheran-heran, kok bisa ya gue nonton film ini dulu tanpa nonton kedua film sebelumnya? Pantesan aja nggak ada yang keinget .. lha yang pasti gue dulu nggak bakalan ngerti sama sama karakter-karakternya .. sama gaya dan maksud dari penyampaian film ini .. like jumping into the middle of a conversation, and getting lost completely somewhere inside it.
So. Now all the Corleones were aging well (and again, I have no idea how old they were). Dan katanya, usaha keluarga ini sudah berjalan dengan sah. Don Michael Corleone sudah sakit-sakitan dan perangainya sudah berubah menjadi lebih mirip ayahnya dulu. Lebih tenang, lebih sabar, dan nggak mau main bunuh. Mungkin ini disebabkan oleh usianya yang sudah tua, atau karena akhirnya muncul penyesalan atas tindakannya di masa lalu. Pengalaman berbicara .. biasanya orang yang usianya udah mendekati ajal pasti lebih punya waktu untuk berpikir ulang, menyesali apa yang sudah terjadi, dan berusaha sebisa mungkin untuk memperbaiki semuanya demi pengampunan dosa. Oi .. ngaco .. hehe .. but I believe hell is still a place to be scared of for those who sins. Jadi seperti itulah film ini bercerita. Penyesalan yang menghantui Don Michael atas kematian kakaknya .. sifat over-protective-nya terhadap Mary, anak perempuan satu-satunya (pewaris tahta keluarga Corleone yang terakhir) .. usahanya untuk memperbaiki hubungan dengan Kay yang sudah menikah lagi .. but you know, the redemption was not that easy to achieve.
Muncul karakter Vincent Mancini yang diperankan dengan agresif oleh Andy Garcia. Mempunyai temperamen yang sama dengan ayahnya, Sonny Corleone .. Vincent berupaya untuk melibatkan dirinya ke dalam usaha keluarga Corleone, dan jatuh cinta pada Mary, sepupunya sendiri. Hey!! Is that legal?? ....... Anyway. Di film ini memang Don Michael masih memegang peranan, tapi kebanyakan eksekusi dijalankan oleh Vincent. Tindakan-tindakan Vincent lebih menyulitkan Don Michael untuk benar-benar bersih dari jaringan mafia. Apalagi ditambah dengan Connie yang sekarang menjadi seorang wanita yang diam-diam mempunyai potensi untuk menjadi seorang provokator. Ingat perkataan Connie di film sebelumnya, bahwa dia akan menjaga Michael .. that's what she did. More the same like what Michael did to his late father. To take care of him. Dengan cara membunuh orang-orang yang berusaha mencelakai Don Michael, dan akhirnya secara nggak langsung menyetujui Don Michael untuk mengangkat Vincent sebagai penggantinya.
Di sini, nggak ada karakter yang bener-bener gue suka, dan nggak ada karakter yang bener-bener gue benci. All the same. I pity them, especially Don Michael. It was too late for him. Not even the memories of his brothers and his ex-wives could bring all the love back to him .. not even his love for his daughter could protect them from the tragedy. Lepas dari segala bentuk tindak pembunuhan yang dilakukan oleh Vincent atau oleh musuh-musuh keluarga Corleone, gue ngeliat kisah ini sebagai kisah yang sangat getir. Kisah kehancuran kejayaan Michael Corleone dengan cara yang paling menyesakkan .. after all, it was his family who had to pay for the dearest price.
Al Pacino dengan make up yang lebih tua daripada yang seharusnya, tetap tampil maksimal. Still with his powerful acting. Interaksinya dengan Diane Keaton sebagai Kay masih menarik untuk disimak .. in fact, itu merupakan salah satu dari dua hal yang membuat gue masih betah menonton film ini. Gue senang menyaksikan Michael membawa Kay berkeliling kota kelahiran ayahnya di Sisilia, dan mendengarkan Michael menyatakan cintanya yang masih ada kepada Kay. Though it didn't affect much, but I was glad to see that they finally made peace with each other. Hal kedua adalah rasa sayang Don Michael Corleone terhadap Mary .. yang menurut gue terlalu berlebihan, but it seemed really real and sincere. "I would burn in hell to keep you safe" .. *sigh* .. well .. she was the luckiest girl .. or maybe not.
Sofia Coppola sebagai Mary terlihat cantik, tapi sangat canggung. Was it because of her acting, that everybody hates this film so much? I'm not sure. For me, it's true that Sofia Coppola was a miscast .. tapi itu nggak berpengaruh banyak buat kesan gue terhadap film ini. Gaya dari film ini lebih familiar buat gue, karena tahun pembuatannya yang lebih baru .. berkesan lebih modern. Tapi juga, mulai muncul kata-kata kasar (bahkan dari mulut Don Michael Corleone sendiri) yang kayaknya sedikit bertentangan dengan gaya kedua film sebelumnya. The crime was too much and too open .. I don't like it. Gue hampir bosen, dan hanya karena keingintahuan gue akan akhir dari trilogi ini aja yang menahan gue buat nonton sampai selesai. Adegan pertunjukan opera yang diselip dengan rencana pembunuhan dijalankan serupa dengan adegan pembaptisan di film pertama .. but really, this one put my patience on a great test. To be frank, the scene was undescribable .. it was so long .. so slow .. I was kinda like "Go on .. kill him .. kill him quick, for christ's sake .." .. but it was still going slow .. with the opera songs that got me into my nerve, then it's done. Phew!! And that I knew I was already sitting at the edge of my seat. A boring scene but it reached its climax successfully . maybe that was the director's intention .. I don't know. But also .. maybe it's because of the ending that I remember well, gue nggak sabar . nunggu itu adegan. I just wanted to know that Sofia Coppola was really that bad . well, she was that bad, her face was blank. But my attention was more on Michael, Kay and Vincent. Seeing them losing their precious one .. it was depressing. The emptiness filled through the death of the Don. And it filled through me seeing how the trilogy ended.
Gue hampir aja melewatkan The Godfather: Part III ini, karena gue pikir gue udah pernah nonton .. dan juga karena komentar-komentar negatif yang pernah gue dengar .. but I'm glad I did re-watch it together along the previous movies. Film yang ketiga ini nggak sebagus kedua film sebelumnya, tapi tetap terlalu kejam rasanya untuk melewatkan kisah akhir dari Don Corleone.
I'm still not a mafia buff . but this trilogy is not an ordinary mafia movies. I'm glad I've seen all three, and love the first most .. it was a lot better than I thought. With a nice haunting score and songs (o, I always love "Speak Softly Love"), with beautiful cinematography, kesan yang ditampilkan seperti bukan kisah mafia, tapi lebih merupakan kisah drama kehidupan keluarga sang Godfather, lengkap dengan suka duka dari masing-masing karakternya. My compliment.
Speak softly love
And hold me warm against your heart
I feel your words
The tender trembling moments start
We're in our world
Our very own
Sharing a love that only
Few have ever known
Wine colored days, warmed by the sun
Deep velvet nights, when we are one
Speak softly love
So no one hears us but the sky
The vows of love we make
Will live until we die
My life is yours
And all because
You came into my world with
Love so softly love
!! MAJOR SPOILER ALERT !!
Diproduksi tahun 1990, dan merupakan satu-satunya film dari The Godfather trilogi yang gue tonton di bioskop. Terus terang, gue sendiri nggak ngerti kenapa gue bisa tertarik nonton film ini. I think .. most probably because of Andy Garcia was involved, and because I was dragged by my ex-boyfriend who was a mafia buff =D. Kesan gue waktu nonton pertama kali sih biasa-biasa aja. Seperti kebanyakan film mafia lainnya yang gue tonton .. sekedar asal lewat, dan ingatan gue tentang film ini minim banget, paling tentang endingnya aja (yang emang sangat memorable).
Tapi pas gue nonton ulang, ternyata .. emang cuma endingnya aja yang masih nyantol dengan baik dan benar. Selain itu, nggak ada satupun adegan yang gue inget. Lha . terus waktu nonton dulu itu gue ngapain aja? Tidur?? *lol*. But slowly, it makes sense. Setelah selesai menonton ulang The Godfather: Part III ini, gue baru sadar kalo bagian terakhir dari trilogi ini lebih merupakan sebagai pelengkap. Gue aja sempet terheran-heran, kok bisa ya gue nonton film ini dulu tanpa nonton kedua film sebelumnya? Pantesan aja nggak ada yang keinget .. lha yang pasti gue dulu nggak bakalan ngerti sama sama karakter-karakternya .. sama gaya dan maksud dari penyampaian film ini .. like jumping into the middle of a conversation, and getting lost completely somewhere inside it.
So. Now all the Corleones were aging well (and again, I have no idea how old they were). Dan katanya, usaha keluarga ini sudah berjalan dengan sah. Don Michael Corleone sudah sakit-sakitan dan perangainya sudah berubah menjadi lebih mirip ayahnya dulu. Lebih tenang, lebih sabar, dan nggak mau main bunuh. Mungkin ini disebabkan oleh usianya yang sudah tua, atau karena akhirnya muncul penyesalan atas tindakannya di masa lalu. Pengalaman berbicara .. biasanya orang yang usianya udah mendekati ajal pasti lebih punya waktu untuk berpikir ulang, menyesali apa yang sudah terjadi, dan berusaha sebisa mungkin untuk memperbaiki semuanya demi pengampunan dosa. Oi .. ngaco .. hehe .. but I believe hell is still a place to be scared of for those who sins. Jadi seperti itulah film ini bercerita. Penyesalan yang menghantui Don Michael atas kematian kakaknya .. sifat over-protective-nya terhadap Mary, anak perempuan satu-satunya (pewaris tahta keluarga Corleone yang terakhir) .. usahanya untuk memperbaiki hubungan dengan Kay yang sudah menikah lagi .. but you know, the redemption was not that easy to achieve.
Muncul karakter Vincent Mancini yang diperankan dengan agresif oleh Andy Garcia. Mempunyai temperamen yang sama dengan ayahnya, Sonny Corleone .. Vincent berupaya untuk melibatkan dirinya ke dalam usaha keluarga Corleone, dan jatuh cinta pada Mary, sepupunya sendiri. Hey!! Is that legal?? ....... Anyway. Di film ini memang Don Michael masih memegang peranan, tapi kebanyakan eksekusi dijalankan oleh Vincent. Tindakan-tindakan Vincent lebih menyulitkan Don Michael untuk benar-benar bersih dari jaringan mafia. Apalagi ditambah dengan Connie yang sekarang menjadi seorang wanita yang diam-diam mempunyai potensi untuk menjadi seorang provokator. Ingat perkataan Connie di film sebelumnya, bahwa dia akan menjaga Michael .. that's what she did. More the same like what Michael did to his late father. To take care of him. Dengan cara membunuh orang-orang yang berusaha mencelakai Don Michael, dan akhirnya secara nggak langsung menyetujui Don Michael untuk mengangkat Vincent sebagai penggantinya.
Di sini, nggak ada karakter yang bener-bener gue suka, dan nggak ada karakter yang bener-bener gue benci. All the same. I pity them, especially Don Michael. It was too late for him. Not even the memories of his brothers and his ex-wives could bring all the love back to him .. not even his love for his daughter could protect them from the tragedy. Lepas dari segala bentuk tindak pembunuhan yang dilakukan oleh Vincent atau oleh musuh-musuh keluarga Corleone, gue ngeliat kisah ini sebagai kisah yang sangat getir. Kisah kehancuran kejayaan Michael Corleone dengan cara yang paling menyesakkan .. after all, it was his family who had to pay for the dearest price.
Al Pacino dengan make up yang lebih tua daripada yang seharusnya, tetap tampil maksimal. Still with his powerful acting. Interaksinya dengan Diane Keaton sebagai Kay masih menarik untuk disimak .. in fact, itu merupakan salah satu dari dua hal yang membuat gue masih betah menonton film ini. Gue senang menyaksikan Michael membawa Kay berkeliling kota kelahiran ayahnya di Sisilia, dan mendengarkan Michael menyatakan cintanya yang masih ada kepada Kay. Though it didn't affect much, but I was glad to see that they finally made peace with each other. Hal kedua adalah rasa sayang Don Michael Corleone terhadap Mary .. yang menurut gue terlalu berlebihan, but it seemed really real and sincere. "I would burn in hell to keep you safe" .. *sigh* .. well .. she was the luckiest girl .. or maybe not.
Sofia Coppola sebagai Mary terlihat cantik, tapi sangat canggung. Was it because of her acting, that everybody hates this film so much? I'm not sure. For me, it's true that Sofia Coppola was a miscast .. tapi itu nggak berpengaruh banyak buat kesan gue terhadap film ini. Gaya dari film ini lebih familiar buat gue, karena tahun pembuatannya yang lebih baru .. berkesan lebih modern. Tapi juga, mulai muncul kata-kata kasar (bahkan dari mulut Don Michael Corleone sendiri) yang kayaknya sedikit bertentangan dengan gaya kedua film sebelumnya. The crime was too much and too open .. I don't like it. Gue hampir bosen, dan hanya karena keingintahuan gue akan akhir dari trilogi ini aja yang menahan gue buat nonton sampai selesai. Adegan pertunjukan opera yang diselip dengan rencana pembunuhan dijalankan serupa dengan adegan pembaptisan di film pertama .. but really, this one put my patience on a great test. To be frank, the scene was undescribable .. it was so long .. so slow .. I was kinda like "Go on .. kill him .. kill him quick, for christ's sake .." .. but it was still going slow .. with the opera songs that got me into my nerve, then it's done. Phew!! And that I knew I was already sitting at the edge of my seat. A boring scene but it reached its climax successfully . maybe that was the director's intention .. I don't know. But also .. maybe it's because of the ending that I remember well, gue nggak sabar . nunggu itu adegan. I just wanted to know that Sofia Coppola was really that bad . well, she was that bad, her face was blank. But my attention was more on Michael, Kay and Vincent. Seeing them losing their precious one .. it was depressing. The emptiness filled through the death of the Don. And it filled through me seeing how the trilogy ended.
Gue hampir aja melewatkan The Godfather: Part III ini, karena gue pikir gue udah pernah nonton .. dan juga karena komentar-komentar negatif yang pernah gue dengar .. but I'm glad I did re-watch it together along the previous movies. Film yang ketiga ini nggak sebagus kedua film sebelumnya, tapi tetap terlalu kejam rasanya untuk melewatkan kisah akhir dari Don Corleone.
I'm still not a mafia buff . but this trilogy is not an ordinary mafia movies. I'm glad I've seen all three, and love the first most .. it was a lot better than I thought. With a nice haunting score and songs (o, I always love "Speak Softly Love"), with beautiful cinematography, kesan yang ditampilkan seperti bukan kisah mafia, tapi lebih merupakan kisah drama kehidupan keluarga sang Godfather, lengkap dengan suka duka dari masing-masing karakternya. My compliment.
Speak softly love
And hold me warm against your heart
I feel your words
The tender trembling moments start
We're in our world
Our very own
Sharing a love that only
Few have ever known
Wine colored days, warmed by the sun
Deep velvet nights, when we are one
Speak softly love
So no one hears us but the sky
The vows of love we make
Will live until we die
My life is yours
And all because
You came into my world with
Love so softly love
0 comments:
Post a Comment