Awalnya, gue betul-betul kesulitan buat mengerti.
Pertama, Ang Lee dari awal udah banyak "ngebuang waktu" alias slow. Banyak close up yang gue anggap ga perlu .. sampe bekas lipstik yang menempel di gelas pun dishot sampe berulang kali.
Kedua, karena ternyata versi yang masuk ke Indonesia menampilkan tiga macam subtitles (kanji, english, indonesia). Too crowded. Jadi serba salah. Mau liat yang bahasa Indonesia, mau ga mau mata gue nyari yang bahasa Inggris karena terjemahannya juga agak ngaco. Mau liat yang bahasa Inggris, letaknya agak distracted karena di tengah-tengah antara teks kanji dan Indonesia .. dan juga Inggris-nya Singlish. Mau liat yang paling atas, tulisan kanji, gue nggak ngerti. Ga mau liat teks .. apalagi .. udah ga ngerti bahasa Mandarin, itu pemain-pemain film bicara juga dalam bahasa Kanton, dialek Shanghai dan bahasa Inggris beraksen Asia. Ampuuuuun! Pusing dah gue. Pelan-pelan, susah payah baru bisa deh misahin yang Inggris-nya aja.
Tapi ya kok makin ke tengah, film ini semakin menarik. Dari prasangka gue yang mengira ini adalah film drama percintaan segitiga (ya segitiga lah .. wong cowoknya dua, ceweknya satu) .. eh, tapi memang kisah cinta juga .. film ini ternyata adalah kisah spionase.
Anyway, gue ga mau bercerita banyak tentang kisahnya. Yang jelas sih, Ang Lee bukan sutradara favorit gue karena style-nya .. tapi di film ini, gue suka karena dia betul-betul bisa mengarahkan aktornya. Terutama si pendatang baru, Tang Wei. Dialah yang menghidupkan Lust, Caution. Sementara Tony Leung tampil bagus seperti biasa, cuma karena karakternya yang memang pelit bicara, jadinya serasa kurang maksimal gitu. En Lee Hom, walaupun dia surprisingly ga mengganggu, karakternya masih underused dan kurang dikembangkan. Gimana ya .. sebenernya karakter yang diperankan Lee Hom adalah awal dari segala yang terjadi. Mulai dari love at the first sight, sampe provokasi yang melibatkan masa depan seorang gadis yang masih sangat naif .. it's a dangerous plan, and they're playing it so blindly. And it's all because of LEE HOM!! Hohohoho. Ditambah juga dengan art direction yang bagus .. musik yang menggugah .. dua setengah jam jadi ga gitu berasa (yeah, masih ada yang ketarik-tarik .. but in the end, I didn't really mind about that).
And now, masalah sensor. Ehm ehm. Menurut gue pribadi, sepanjang sejarah gue nonton di bioskop Indonesia (Jakarta pada umumnya), sensor Lust, Caution udah betul-betul generous. Dan kalo betul versi inilah yang diputar di Singapore sana, yang menuai protes karena guntingan sensornya, mungkin kita termasuk beruntung kali ngedapetin versi yang sama. Gue baru tau setelah baca review sana-sini .. ternyata film ini punya rating NC-17. Jeeez .. gue nonton NC-17 di bioskop lhoooo. Basic Instinct aja ratingnya masih R, dan gue ga nonton di bioskop. (apa hubungannya coba?) Dan ribut-ribut masalah rating ini .. mengutip apa yang ditulis oleh James Berardinelli: "the sex is really hot" (emphasized on the italic word) .. dan di dalam adegan-adegan inilah tergali semua emosi yang ada di dalam film ini. Weits .. pantesan gue sendiri berasa kok kalo hubungan antara kedua tokoh utamanya agak dangkal .. misalnya, kok cuma segitu aja? Kapan jatuh cintanya? Karena apa? Apakah memang sedemikian dalam sampe rela berkorban? Dan lain sebagainya. Ternyata oh ternyata. Ang Lee dan penulis scriptnya sendiri juga betul-betul kukuh ga mau memotong sedikitpun, biarin deh dapet rating NC-17. Daripada filmnya jadi garing.
Asli gue penasaran.
Dan kalopun akhirnya harus berpuas diri dengan apa yang sudah gue tonton .. memang gue puas. Taiwan berusaha mengajukan film ini sebagai kandidat Best Foreign Language Film untuk Oscar mendatang, tapi ditolak sama AMPAS karena sebagian besar yang terlibat dalam pembuatan film ini bukan native Taiwan. Liat aja penata musiknya .. Alexandre Desplat. Sayang sekali, karena Lust, Caution sudah memenangkan Golden Lion di Venice Film Festival dan bisa jadi unggulan yang ditakuti di ajang Oscar. Ini film keren!
Pertama, Ang Lee dari awal udah banyak "ngebuang waktu" alias slow. Banyak close up yang gue anggap ga perlu .. sampe bekas lipstik yang menempel di gelas pun dishot sampe berulang kali.
Kedua, karena ternyata versi yang masuk ke Indonesia menampilkan tiga macam subtitles (kanji, english, indonesia). Too crowded. Jadi serba salah. Mau liat yang bahasa Indonesia, mau ga mau mata gue nyari yang bahasa Inggris karena terjemahannya juga agak ngaco. Mau liat yang bahasa Inggris, letaknya agak distracted karena di tengah-tengah antara teks kanji dan Indonesia .. dan juga Inggris-nya Singlish. Mau liat yang paling atas, tulisan kanji, gue nggak ngerti. Ga mau liat teks .. apalagi .. udah ga ngerti bahasa Mandarin, itu pemain-pemain film bicara juga dalam bahasa Kanton, dialek Shanghai dan bahasa Inggris beraksen Asia. Ampuuuuun! Pusing dah gue. Pelan-pelan, susah payah baru bisa deh misahin yang Inggris-nya aja.
Tapi ya kok makin ke tengah, film ini semakin menarik. Dari prasangka gue yang mengira ini adalah film drama percintaan segitiga (ya segitiga lah .. wong cowoknya dua, ceweknya satu) .. eh, tapi memang kisah cinta juga .. film ini ternyata adalah kisah spionase.
Anyway, gue ga mau bercerita banyak tentang kisahnya. Yang jelas sih, Ang Lee bukan sutradara favorit gue karena style-nya .. tapi di film ini, gue suka karena dia betul-betul bisa mengarahkan aktornya. Terutama si pendatang baru, Tang Wei. Dialah yang menghidupkan Lust, Caution. Sementara Tony Leung tampil bagus seperti biasa, cuma karena karakternya yang memang pelit bicara, jadinya serasa kurang maksimal gitu. En Lee Hom, walaupun dia surprisingly ga mengganggu, karakternya masih underused dan kurang dikembangkan. Gimana ya .. sebenernya karakter yang diperankan Lee Hom adalah awal dari segala yang terjadi. Mulai dari love at the first sight, sampe provokasi yang melibatkan masa depan seorang gadis yang masih sangat naif .. it's a dangerous plan, and they're playing it so blindly. And it's all because of LEE HOM!! Hohohoho. Ditambah juga dengan art direction yang bagus .. musik yang menggugah .. dua setengah jam jadi ga gitu berasa (yeah, masih ada yang ketarik-tarik .. but in the end, I didn't really mind about that).
And now, masalah sensor. Ehm ehm. Menurut gue pribadi, sepanjang sejarah gue nonton di bioskop Indonesia (Jakarta pada umumnya), sensor Lust, Caution udah betul-betul generous. Dan kalo betul versi inilah yang diputar di Singapore sana, yang menuai protes karena guntingan sensornya, mungkin kita termasuk beruntung kali ngedapetin versi yang sama. Gue baru tau setelah baca review sana-sini .. ternyata film ini punya rating NC-17. Jeeez .. gue nonton NC-17 di bioskop lhoooo. Basic Instinct aja ratingnya masih R, dan gue ga nonton di bioskop. (apa hubungannya coba?) Dan ribut-ribut masalah rating ini .. mengutip apa yang ditulis oleh James Berardinelli: "the sex is really hot" (emphasized on the italic word) .. dan di dalam adegan-adegan inilah tergali semua emosi yang ada di dalam film ini. Weits .. pantesan gue sendiri berasa kok kalo hubungan antara kedua tokoh utamanya agak dangkal .. misalnya, kok cuma segitu aja? Kapan jatuh cintanya? Karena apa? Apakah memang sedemikian dalam sampe rela berkorban? Dan lain sebagainya. Ternyata oh ternyata. Ang Lee dan penulis scriptnya sendiri juga betul-betul kukuh ga mau memotong sedikitpun, biarin deh dapet rating NC-17. Daripada filmnya jadi garing.
Asli gue penasaran.
Dan kalopun akhirnya harus berpuas diri dengan apa yang sudah gue tonton .. memang gue puas. Taiwan berusaha mengajukan film ini sebagai kandidat Best Foreign Language Film untuk Oscar mendatang, tapi ditolak sama AMPAS karena sebagian besar yang terlibat dalam pembuatan film ini bukan native Taiwan. Liat aja penata musiknya .. Alexandre Desplat. Sayang sekali, karena Lust, Caution sudah memenangkan Golden Lion di Venice Film Festival dan bisa jadi unggulan yang ditakuti di ajang Oscar. Ini film keren!
0 comments:
Post a Comment