You Can Count on Me bercerita tentang Sammy Prescott, orang tua tunggal yang tinggal bersama anaknya Rudy yang baru berusia 8 tahun. Sewaktu mendapatkan kunjungan Terry, satu-satunya adiknya yang sempat menghilang tanpa kabar, Sammy mempunyai harapan bahwa Terry akan menetap di kota. Yang terjadi kemudian adalah masalah-masalah yang timbul saat Sammy harus membagi waktu antara urusan rumah tangga dengan urusan pekerjaan, belum lagi ditambah persoalan hubungan gelapnya dengan atasan yang sudah beristri. Sementara Terry yang diharapkan bisa membantu Sammy menjaga Rudy dengan baik malah semakin memperumit keadaan. Sampai akhirnya Sammy harus memilih antara adiknya atau anaknya, dua orang yang sama-sama disayanginya.
Sejak nama Laura Linney bergema sebagai salah satu nominasi untuk kategori Aktris Utama Terbaik di ajang penghargaan Academy Awards 2001, dan ngeliat dia tampil cantik di sana dengan gaun merahnya yang elegan, gue udah bener-bener tertarik buat nonton You Can Count on Me. Dan memang, Linney layak mendapatkan pengakuan atas aktingnya di film ini. Linney benar-benar bisa menjadikan karakter Sammy sebagai seorang wanita yang mandiri dan berkemauan keras. Dengan kontradiksi rasa takut akan kehilangan orang-orang terdekatnya.
Mark Ruffalo sebagai Terry yang juga sama-sama memiliki kemauan keras seperti kakaknya, di satu sisi berhasil menampilkan sifat kekanak-kekanakan yang menghibur. Tingkah laku dan dialog-dialognya membuat You Can Count on Me memiliki identitas tersendiri. Berhadapan dengan Rudy, Terry mendapatkan kawan sepermainan yang kompak dan penuh konspirasi.
Permainan Ruffalo bisa diimbangi oleh Rory Culkin yang berperan sebagai Rudy. Rasa sayang Rudy terhadap Terry lebih merupakan rasa sayang seorang anak kepada ayah yang nggak pernah didapatkan sebelumnya. Bayangkan raut wajah kanak-kanak yang polos yang menjalani kebiasaan-kebiasaan orang dewasa, yang menyikapi percakapan layaknya seorang kanak-kanak, seperti itulah Rudy sewaktu menghabiskan waktunya bersama Terry.
Selain itu, bintang pendukung yang juga perlu gue catat adalah Matthew Broderick yang berperan sebagai Brian Everett, sang atasan yang kaku. Menyebalkan sekali. Tapi apa yang diutarakan Brian kepada Sammy di kantornya, mengenai perbedaan perlakuan pribadi dan profesionalitas, itu benar adanya. Atasan dengan sifat seperti ini adalah realita yang sering ditemui di area kerja.
You Can Count on Me mengalir lancar diiringi indahnya alunan "G Major Suite for Solo Cello" milik Johann Sebastian Bach, sederhana dengan selipan humor di sana-sini. Berkesan mandiri selayaknya karakter utama wanitanya, juga menyentuh karena apa yang dipaparkan di sana adalah tentang kasih sayang dan kepercayaan antara dua orang yang terlibat dalam suatu hubungan - kakak dan adik, ibu dan anak, paman dan keponakan, lepas dari perbedaan sifat masing-masing individu, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Dengan cara inilah, sutradara dan penulis skenario You Can Count on Me, Kenneth Lonergan membawa filmnya memenangkan hati para kritikus dan penonton, dan meraih berbagai penghargaan.
Sejak nama Laura Linney bergema sebagai salah satu nominasi untuk kategori Aktris Utama Terbaik di ajang penghargaan Academy Awards 2001, dan ngeliat dia tampil cantik di sana dengan gaun merahnya yang elegan, gue udah bener-bener tertarik buat nonton You Can Count on Me. Dan memang, Linney layak mendapatkan pengakuan atas aktingnya di film ini. Linney benar-benar bisa menjadikan karakter Sammy sebagai seorang wanita yang mandiri dan berkemauan keras. Dengan kontradiksi rasa takut akan kehilangan orang-orang terdekatnya.
Mark Ruffalo sebagai Terry yang juga sama-sama memiliki kemauan keras seperti kakaknya, di satu sisi berhasil menampilkan sifat kekanak-kekanakan yang menghibur. Tingkah laku dan dialog-dialognya membuat You Can Count on Me memiliki identitas tersendiri. Berhadapan dengan Rudy, Terry mendapatkan kawan sepermainan yang kompak dan penuh konspirasi.
Permainan Ruffalo bisa diimbangi oleh Rory Culkin yang berperan sebagai Rudy. Rasa sayang Rudy terhadap Terry lebih merupakan rasa sayang seorang anak kepada ayah yang nggak pernah didapatkan sebelumnya. Bayangkan raut wajah kanak-kanak yang polos yang menjalani kebiasaan-kebiasaan orang dewasa, yang menyikapi percakapan layaknya seorang kanak-kanak, seperti itulah Rudy sewaktu menghabiskan waktunya bersama Terry.
Selain itu, bintang pendukung yang juga perlu gue catat adalah Matthew Broderick yang berperan sebagai Brian Everett, sang atasan yang kaku. Menyebalkan sekali. Tapi apa yang diutarakan Brian kepada Sammy di kantornya, mengenai perbedaan perlakuan pribadi dan profesionalitas, itu benar adanya. Atasan dengan sifat seperti ini adalah realita yang sering ditemui di area kerja.
You Can Count on Me mengalir lancar diiringi indahnya alunan "G Major Suite for Solo Cello" milik Johann Sebastian Bach, sederhana dengan selipan humor di sana-sini. Berkesan mandiri selayaknya karakter utama wanitanya, juga menyentuh karena apa yang dipaparkan di sana adalah tentang kasih sayang dan kepercayaan antara dua orang yang terlibat dalam suatu hubungan - kakak dan adik, ibu dan anak, paman dan keponakan, lepas dari perbedaan sifat masing-masing individu, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Dengan cara inilah, sutradara dan penulis skenario You Can Count on Me, Kenneth Lonergan membawa filmnya memenangkan hati para kritikus dan penonton, dan meraih berbagai penghargaan.
0 comments:
Post a Comment