Frailty

February 1, 2003 0 comments
Frailty berawal dari datangnya seorang pria ke kantor FBI untuk memberikan pengakuan kepada Agent Doyle bahwa ia mengenal siapa pelaku pembunuhan "God's Hand Killer" yang saat itu kasusnya tengah diselidiki. Selanjutnya kisah mengarah kepada kehidupan keluarga Meiks. Tinggal di sebuah rumah yang berlokasi di belakang taman mawar, Ayah dan kedua anak laki-lakinya yang masih kecil - Fenton dan Adam - menjalankan kehidupan yang akrab dan penuh kasih tanpa figur istri dan ibu. Sampai suatu saat dimana Ayah mendapatkan pesan dari Tuhan lewat malaikat yang datang mengunjunginya, untuk membasmi para iblis di dunia. Bahkan akan tersedia daftar nama iblis-iblis tersebut dan alat-alat yang harus digunakan untuk menjalankan tugasnya. Si sulung Fenton menganggap ayahnya gila, karena nama-nama yang tertera di dalam daftar adalah nama manusia dan karena ia nggak percaya akan hal-hal supranatural seperti itu. Sedangkan si bungsu Adam, karena kepolosan dan kedekatan hubungannya dengan sang ayah, malah percaya dan mendukung misi yang diemban ayahnya. Misi yang bukan hanya akan menghancurkan hidup orang lain, tetapi juga yang akan menghancurkan kedamaian hidup mereka bertiga.

Frailty mengambil karakter Fenton Meiks kecil sebagai tokoh sentral yang menggambarkan batas antara kegilaan dan akal sehat, dan secara mengesankan mampu memainkan perannya dengan mulus. Fenton kecil yang tenang, yang dalam usahanya untuk berdiri di tengah-tengah situasi miring, akhirnya terpaksa harus mengeraskan hati dan menjadi dewasa sebelum waktunya. Sebaliknya karakter Adam Meiks kecil yang diperankan oleh Jeremy Sumpter bisa dikatakan sebagai penetral suasana. Tapi di tengah keluguannya, Adam bisa benar-benar mengejutkan saat melakukan hal-hal yang tidak terduga.

Gue nggak akan bercerita banyak tentang karakter yang diperankan oleh Matthew McConaughey. Yang jelas dengan logat selatannya yang khas dan raut wajah tanpa ekspresi, penonton dipaksa untuk mengira-ngira rahasia apa yang tersimpan di benaknya. Dengan kalimat-kalimat bermakna yang diucapkan oleh keduanya, interaksinya dengan Powers Boothe yang berperan sebagai Agent Wesley Doyle mengalir lambat dan suram.

Sedangkan Bill Paxton mengambil peran sang ayah yang sangat mencintai kedua anaknya. Karakternya simpatik, dan gue sendiri hampir nggak mau mempercayai kalo Ayah sanggup melaksanakan kekerasan seperti yang diperintahkan oleh Tuhan, apalagi dalam menghadapi dilema yang menyangkut keadaan salah satu anaknya. Selain itu, Paxton juga bertindak sebagai sutradara yang patut diperhitungkan dalam film pertamanya ini. Di tangan Paxton, ide Frailty tertuang dalam kekelaman yang pekat. Karakter dan setting yang sangat terbatas digunakan semaksimal mungkin dengan dukungan akting, musik dan tata cahaya yang baik. Perubahan suasana juga tercermin dalam kontradiksi warna, demi menggambarkan perbedaan masa lalu dan masa depan, sekaligus menjadi penjelasan saat perubahan takdir dalam keluarga Meiks. Yang patut dicatat, dan ini di luar perkiraan gue akan tipikal film-film horor, emosi penonton ternyata bisa dipermainkan oleh kejutan-kejutan yang ditampilkan secara terselubung tanpa eksploitasi.

Sulit menggambarkan seperti apa keseluruhan Frailty. Gue hanya bisa berpendapat, bahwa film ini memiliki ide nyata yang sampai saat ini masih dipertanyakan kebenarannya. Kenyataan akan keberadaan Tuhan dan ketimpangan akan sisi fanatik suatu agama. Suatu hal yang sangat sensitif untuk dibicarakan dalam beberapa kalangan masyarakat. Yang pasti, menyimak Frailty harus dengan pikiran terbuka lebar. Gue nggak menyangkal kalo film ini akan terasa sangat mengganggu. Baik bagi penonton yang percaya, maupun yang tidak. Rasanya jawaban paling tepat yang akan gue berikan apabila gue ditanya tentang hal ini, gue akan mengacu pada salah satu perintah Tuhan yang disampaikan lewat Musa. "Jangan membunuh".

0 comments:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Imitating the Critics | TNB