Ketika Cinta Bertasbih

July 5, 2009 0 comments
Now you know I've seen this movie.

Acting wise, kaku banget. I can’t believe that guy won the audition as leading actor (yang jadi Azzam itu lho). Cara ngomongnya kayak bapak guru lagi pidato di depan kelas. Pelaaaan .. lambaaat .. n kayak baca puisi. Jeleknya lagi, ngapal-nya berasa. Nobody talks like that in real life. Plis deh. Trus yang jadi Furqon itu .. heh .. ga salah casting ya?? Alice Norin is ok. She is the better one. Bahkan di sinetron pun rata-rata dia tampil ok. Kalo yang jadi Anna, buset, ni anak santun bener (biarpun gue ga sabaran juga dengerin dia ngomong). Lucky Perdana is so-so, though I expected more from him. Mending si temen kos yang itu lho, yang naksir adeknya .. lumayan buat bikin suasana seger dikit. Juga banyak aktor-aktris senior yang perannya cuma numpang lewat, sayang banget. Paling cuma Niniek L Karim, Didi Petet (I don’t believe it, waktu dia ngobrol sama Azzam di pantai itu, kok kaku banget? Ga seperti biasanya. Juga sempat terganggu sama turis-turis yang pose fotonya bener-bener sinting. Beneran lho .. sepanjang dialog antara Didi Petet n si Azam itu jadi ga bisa gue simak sama sekali, termasuk quote "Kalo Nicole Kidman dijilbabin juga cakep"), n Deddy Mizwar yang keliatannya bakal dapet porsi lebih banyak di jilid kedua.

Material wise, Ketika Cinta Bertasbih kebanyakan karakter jadi sulit fokus. Apalagi nyaris semua pemeran wanita-nya berjilbab, yang bikin gue susah banget ngenalin satu per satu. Abis tampangnya jadi sama semuaaaaaa ..

Kalo dibilang Ketika Cinta Bertasbih menjual cerita, I kinda doubt it. Biasa aja sih kayaknya. Cinta ya cinta. Mau segitiga, segiempat, biasa lah. Alur cerita yang menyangkut Furqon kerasa dibuat-buat (then again, if it’s from a novel, nothing they could do about it, couldn’t they?).

Buat gue, Ketika Cinta Bertasbih lebih menjual Mesir. Itu jawaban pamungkas gue waktu ditanya sama orang-orang “eksklusif”.

Tanya: “Ngapain elo nonton film begituan??”
Jawab: “Gue mau liat Mesir-nya.” (Padahal sih kalo mau liat Mesir, napa juga gue ga nonton National Geographic Channel ye?).

En trus terang, pengalaman gue nonton film islami kayak gini di bioskop juga baru pertama kalinya. Dah gitu gue nonton sendirian lagi, berhubung Andri juga udah keburu janjian nonton bareng temen-temen kantornya. Sempet minder lho, abis dikelilingi sama 80% penonton berjilbab (yang 20%-nya itu pria and anak-anak). Mungkin dalam hati mereka yang liat gue ada yang bertanya-tanya juga “Ngapain ada orang begitu nonton film begini? Apa ngerti?” Heheheh.

Not to forget, movie is universal. Tapi memang, 100% gue kebawa sama hype. Marketing & promotion Ketika Cinta Bertasbih itu hebat. Mulai dari audisi, sampe trus digencar lewat tayangan-tayangan behind the scene, ajakan nonton yang diselip di prime time TV, embel-embel film Indonesia pertama yang berlokasi di Mesir (bahkan posternya pun betul-betul menjual dengan cap Mesir asli dan jadwal tayang di mancanegara).

Sekarang juga masih tuh, penayangan ungkapan terima kasih kepada penonton yang membawa Ketika Cinta Bertasbih memecahkan rekor penonton terbanyak di pemutaran perdananya bla-bla-bla .. dan ada lomba penulisan kesan nonton Ketika Cinta Bertasbih berhadiah paket umroh dan napak tilas lokasi shooting. Huah. Top!

Gue sih pengennya udahan sampe situ aja .. kelanjutannya pasti ga ada Mesir lagi, and it could be boring. Kalo ga mengingat ending cerita yang seperti sinetron banget (paaaaaanjaaaang. dan laaaaaaaamaaaa. close-up dan fokus kamera yang berpindah-pindah antara dua karakter ... slo-mo pula ..) .. dan ada tulisan “to be continued” .. *sigh* then it could be my loss not to wait for the sequel. Masalah mau nonton di bioskop atau lewat vcd/dvd, itu masalah nanti. Toh gue suka sama soundtrack-nya.

Dan puisi cinta Anna udah keburu nyangkut juga.
Mm..cinta! Menurutku, sekalipun cinta telah kuuraikan dan kujelaskan panjang lebar, namun jika cinta kudatangi aku jadi malu pada keteranganku sendiri. Meskipun lidahku telah mampu menguraikan dengan terang, namun tanpa lidah, ternyata cinta lebih terang. Sementara pena begitu tergesa-gesa menuliskannya. Kata-kata pecah berkeping-keping begitu sampai kepada cinta. Dalam menguraikan cinta, akal terbaring tak berdaya. Bagaikan keledai terbaring dalam lumpur. Cinta sendirilah yang menerangkan cinta dan percintaan.

And what makes me happy, in Ketika Cinta Bertasbih, Anna rejected poligamy. Hidup Anna!!

Soal lebay tak lebay (bahasa apa sih lebay itu?), gue ga terganggu. Sudah bisa menerima dengan lapang dada meliat yang bentar-bentar nangis itu. Kebanyakan nangkep sinetron lokal, serial Taiwan dan serial Korea .. sedikit banyak gue udah mati rasa!!



0 comments:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Imitating the Critics | TNB